BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemimpin mempunyai kedudukan yang penting dalam sebuah komunitas, kelompok,
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemimpin. Suatu komunitas masyarakat,
suatu bangsa dan negara tidak aman, maju dan terarah jika tidak adanya seorang
pemimpin, maka pemimpin menjadi kunci keberhasilan suatu bangsa maupun suatu
negara.
Pemimpin yang mampu memberi rasa aman,tenteram, mampu mewujudkan keinginan
rakyatnya, maka dianggap pemimpin yang berhasil. Pemimpin yang berhasil adalah
pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya, bangsanya, pemikirannya dipakai meskipun
telah pemimpin itu tidak lagi bersama mereka. Segala perintahnya dilakukan,
rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu. pemimpin yang berhasil adalah
pemimpin yang disukai rakyatnya dan disegani lawannya.
Figur kepemimpinan yang mendekati penjelasan tersebut adalah Rasulullah dan
khulafaur rashidin. Rasulullah sebagai pemimpin merupakan anugrah tersendiri,
atau semacam keistimewaan yang diberikan Allah kepada Rasulullah saw. Karena
pada dasarnya Rasulullah adalah utusan terakhir untuk seluruh umat manusia yang
secara juga pemimpin umat manusia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas
dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian dari akhlak kepemimpinan ?
2.
Bagaimana
ciri-ciri akhlak dari seorang pemimpin ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita
semua pengetahui ciri dari akhlak seorang pemimpin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akhlak Kepemimpinan
1.
Pengertian
Akhlak
Secara
bahasa kata akhlak jamak dari khuluqin yang diartikan tabiat,
kebiasaan, adab. Sedangkan secara istilah adalah sifat yang mantap di dalam
diri yang membuat perbuatan yang dilakukannya
baik atau buruk, bagus atau jelek.
Oleh
karenanya, apabila amal dan pikiran seseorang
sholeh (baik) maka sholeh pula diri dan
akhlaknya, dan sebaliknya apabila amal dan pikirannya rusak maka rusak pula
dirinya akhlaknya.
2.
Pengertian
kepemimpinan
Kepemimpinan
(leadership) adalah kemampuan dari seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk
mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya),
sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh
pemimpin tersebut. Kepemimpinan terbentuk karena ada seseorang atau beberapa
orang dalam warga masyarakat yang melakukan peranan yang lebih aktif dari warga
yang lain, sehingga orang (beberapa orang) tadi tampak lebih menonjol dari yang
lain dan bisa mempengaruhinya.
Dalam suatu
organisasi, kepemimpinan adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi, kepemimpinan merupakan
titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
organisasi.
3.
Pengertian
Akhlak Kepemimpinan
Akhlak kepemimpinan adalah suatu adab atau kebiasaan
seorang pemimpin yang dapat di contohi oleh para pengikut-pengikutnya dan dapat
memmempengaruhi orang yang di pimpinnya.
B. Ciri-Ciri Akhlak Kepemimpinan
Suatu masyarakat dan bangsa akan disebut sebagai masyarakat dan bangsa yang
maju manakala memiliki peradaban yang tinggi dan akhlak yang mulia, meskipun dari segi ilmu
pengetahuan dan teknologi masih sangat sederhana. Sedangkan pada masyarakat dan
bangsa yang meskipun kehidupannya dijalani dengan teknologi yang modern dan
canggih, tapi tidak memiliki peradaban atau akhlak yang mulia, maka masyarakat
dan bangsa itu disebut sebagai masyarakat dan bangsa yang terbelakang dan tidak
menggapai kemajuan.
Untuk bisa mewujudkan masyarakat dan bangsa yang berakhlak mulia dengan
peradaban yang tinggi, diperlukan pemimpin dengan akhlak yang mulia. Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddik ketika menyampaikan pidato pertamanya sebagai khalifah
mengemukakan hal-hal yang mencerminkan bagaimana seharusnya akhlak seorang
pemimpin. Dalam pidato itu beliau mengemukakan: Wahai sekalian manusia, kalian
telah sepakat memilihku sebagai khalifah untuk memimpinmu. Aku ini bukanlah
yang terbaik diantara kamu, maka bila aku berlaku baik dalam melaksanakan
tugasku, bantulah aku, tetapi bila aku bertindak salah, betulkanlah. Berlaku
jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat. Siapa saja yang lemah
diantaramu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insya
Allah. Siapa saja yang kuat diantaramu akan lemah berhadapan denganku sampai
aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, insya Allah. Taatlah kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada
Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepadaku.
Dari pidato Khalifah Abu Bakar di atas, kita bisa menangkap keharusan
seorang pemimpin untuk memiliki tujuh sifat sebagai bagian dari akhlak yang
mulia, yaitu sbb :
1.
Tawadhu.
Secara harfiyah tawadhu artinya rendah hati, lawannya adalah tinggi hati
atau sombong. Dalam pidatonya, Khalifah Abu Bakar tidak merasa sebagai orang
yang paling baik, apalagi menganggap sebagai satu-satunya orang yang baik.
Sikap tawadhu bagi seorang pemimpin merupakan sesuatu yang sangat penting. Hal
ini karena seorang pemimpin membutuhkan nasihat, masukan, saran, bahkan kritik.
Kalau ia memiliki sifat sombong, jangankan kritik, saran dan nasihatpun tidak
mau diterimannya. Akibat selanjutnya adalah ia akan memimpin dengan hawa
nafsunya sendiri dan ini menjadi sangat berbahaya. Karena itu kesombongan
menjadi kendala utama bagi manusia untuk bisa masuk ke dalam surga. Karena itu,
Allah Swt sangat murka kepada siapa saja berlaku sombong dalam hidupnya,
apalagi para pemimpin. Sejarah telah menunjukkan kepada kita bagaimana Fir’aun
yang begitu berkuasa dimata rakyatnya, tapi berhasil ditumbangkan dengan penuh
kehinaan melalui dakwah yang dilakukan oleh Nabi Musa dan Harun as.
2.
Menjalin Kerjasama.
Dalam pidato Khalifah Abu Bakar di atas, tercermin juga akhlak seorang
pemimpin yang harus dimiliki yakni siap, bahkan mengharapkan kerjasama dari
semua pihak, beliau mengatakan: "maka bila aku berlaku baik dalam
melaksanakan tugasku, bantulah aku". Ini berarti kerjasama yang harus
dijalin antar pemimpin dengan rakyat adalah kerjasama dalam kebaikan dan taqwa
sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dalam firman-Nya: Tolong menolonglah kamu
dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.
Seorang pemimpin tentu tidak mungkin bisa menjalankan tugasnya sendirian
sehebat apapun dirinya. Karenanya Rasulullah Saw telah menunjukkan kepada kita
bagaimana beliau menjalin kerjasama yang baik, mulai dari membangun masjid di
Madinah hingga peperangan melawan orang-orang kafir, bahkan dalam suatu
peperangan yang kemudian disebut dengan perang Khandak, Rasulullah menerima dan
melaksanakan pendapat Salman Al Farisi untuk mengatur strategi perang dengan
cara menggali parit.
3.
Mengharap Kritik dan
Saran.
Seorang pemimpin, karena kedudukannya yang tinggi dan mulia dihadapan orang
lain, ia pun mendapatkan penghormatan dari banyak orang, kemana pergi selalu
mendapatkan pengawalan yang ketat dan setiap ucapannya didengar orang sedangkan
apapun yang dilakukannya mendapatkan liputan media massa yang luas. Dari
sinilah banyak pemimpin sampai mengkultuskan dirinya sehingga ia tidak suka
dengan kritik dan saran. Hal itu ternyata tidak berlaku bagi Khalifah Abu
Bakar, maka sejak awal kepemimpinannya, ia minta agar setiap orang mau
memberikan kritik dan saran dengan membetulkan setiap kesalahan yang dilakukan,
Abu Bakar berpidato dengan kalimat: "Bila aku bertindak salah,
betulkanlah".
Sikap seperti ini dilanjutkan oleh Umar bin Khattab ketika menjadi Khalifah
sehingga saat Umar mengeluarkan kebijakan yang meskipun baik maksudnya tapi
menyalahi ketentuan yang ada, maka Umar mendapat kritik yang tajam dari seorang
ibu yang sudah lanjut usia, ini membuat Umar harus mencabut kembali kebijakan
tersebut. Kebijakan itu adalah larangan memberikan mahar atau mas kawin dalam
jumlah yang banyak, karena bila tradisi itu terus berkembang hal itu bisa
memberatkan para pemuda yang kurang mampu untuk bisa menikah.
4.
Berkata dan Berbuat Yang
Benar.
Khalifah Abu Bakar juga sangat menekankan kejujuran atau kebenaran dalam
berkata maupun berbuat, bahkan hal ini merupakan amanah dari Allah Swt , hal
ini karena manusia atau rakyat yang dipimpin kadangkala bahkan seringkali tidak
tahu atau tidak menyadari kalau mereka sedang ditipu dan dikhianati oleh
pemimpinnya. Dalam pidato saat pelantikannya sebagai khalifah, Abu Bakar
menyatakan: Berlaku jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat.
Manakala seorang pemimpin memiliki kejujuran, maka ia akan dapat memimpin
dengan tenang, karena kebohongan akan membuat pelakunya menjadi tidak tenang
sebab ia takut bila kebohongan itu diketahui oleh orang lain yang akan merusak
citra dirinya. Disamping itu, kejujuran akan membuat seorang pemimpin akan
berusaha untuk terus mencerdaskan rakyatnya, sebab pemimpin yang tidak jujur
tidak ingin bila rakyatnya cerdas, karena kecerdasan membuat orang tidak bisa
dibohongi.
5.
Memenuhi Hak-Hak Rakyat.
Setiap pemimpin harus mampu memenuhi hak-hak rakyat yang dipimpinnya,
bahkan bila hak-hak mereka dirampas oleh orang lain, maka seorang pemimpin itu
akan berusaha untuk mengembalikan kepadanya. Karena itu bagi Khalifah Abu
Bakar, tuntutan terhadap hak-hak rakyat akan selalu diusahakannya meskipun
mereka adalah orang-orang yang lemah sehingga seolah-olah mereka itu adalah
orang yang kuat, namun siapa saja yang memiliki kekuatan atau pengaruh yang
besar bila mereka suka merampas hak orang lain, maka mereka dipandang sebagai
orang yang lemah dan pemimpin harus siap mengambil hak orang lain dari
kekuasaannya. Akhlak pemimpin seperti ini tercermin dalam pisato Khalifah Abu
Bakar yang menyatakan: "Siapa saja yang lemah diantaramu akan kuat bagiku
sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insya Allah".
Akhlak yang seharusnya ada pada pemimpin tidak hanya menjadi
kalimat-kalimat yang indah dalam pidato Khalifah Abu Bakar, tapi beliau buktikan
hal itu dalam kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya sebagai seorang pemimpin.
Satu diantara kebijakannya adalah memerangi orang-orang kaya yang tidak mau
bayar zakat, karena dari harta mereka terdapat hak-hak bagi orang yang miskin.
6.
Memberantas Kezaliman.
Kezaliman merupakan sikap dan tindakan yang merugikan masyarakat dan
meruntuhkan kekuatan suatu bangsa dan negara. Karena itu, para pemimpin tidak
boleh membiarkan kezaliman terus berlangsung. Ini berarti, seorang pemimpin
bukan hanya tidak boleh bertindak zalim kepada rakyatnya, tapi justeru
kezaliman yang dilakukan oleh orang lain kepada rakyatnyapun menjadi
tanggungjawabnya untuk diberantas. Karenanya bagi Khalifah Abu Bakar, sekuat
apapun atau sebesar apapun pengaruh pelaku kezaliman akan dianggap sebagai
kecil dan lemah, dalam pidato yang mencerminkan akhlak seorang pemimpin, beliau
berkata: "Siapa saja yang kuat diantaramu akan lemah berhadapan denganku
sampai aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, insya Allah".
7.
Menunjukkan Ketaatan
Kepada Allah.
Pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang mengarahkan rakyatnya untuk
mentaati Allah Swt dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, iapun harus menunjukkan
ketaatan yang sesungguhnya. Namun bila seorang pemimpin tidak menunjukkan ketaatannya
kepada kepada Allah dan Rasul-Nya, maka rakyatpun tidak memiliki kewajiban
untuk taat kepadanya. Dalam kaitan inilah, Khalifah Abu Bakar menyatakan dalam
pidatonya: "Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada
kewajibanmu untuk taat kepadaku".
Dengan demikian, ketataan kepada pemimpin tidak bersifat mutlak sebagaimana
mutlaknya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, inilah diantara isyarat yang
bisa kita tangkap dari firman Allah yang tidak menyebutkan kata taat saat
menyebut ketataan kepada pemimpin (ulil amri) dalam firman-Nya: Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri diantara
kamu.
C. Prinsip-Prinsip dalam Memimpin
1.
|
Kharismatik, orang muncul sebagai pemimpin karena mempunyai kharisma (daya pikat
karena pandai, menjadi contoh tauladan yang baik, baik hati, punya status
tinggi, dan konsekwen kepada kebenaran). Kemampuan management saja tidak
mensyaratkan adanya contoh tauladan dan baik hati dalam kehidupan
sehari-hari.
|
2.
|
Demokratis, dalam arti suka bermusyawarah dalam menentukan dan memutuskan suatu
masalah.
|
3.
|
Pelopor, dalam memimpin, orang mempunyai visi dan misi yang kemudian
dilaksanakan. Visi dan misi itu hendaknya memberi perubahan ke arah yang
lebih baik dan menyenangkan.
|
4.
|
Tekun Membina Dan Memimpin. Berbeda
dengan orang yang sekedar menjadi manager, seorang pemimpin harus tekun
membina dan mengarahkan. Pemimpin terkadang perlu ikut terjun dan memberi
contoh tauladan.
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan betapa
penting bagi kita untuk memiliki pemimpin dengan akhlak yang mulia. Kerancuan
dan kekacauan dengan berbagai krisis yang melanda negeri kita dan umat manusia
di dunia ini karena para pemimpin dalam tingkat nagara dan dunia tidak memiliki
akhlak seorang pemimpin yang ideal. Karenanya, saat kita memilih pemimpin dalam
seluruh tingkatan di masyarakat jangan sampai memilih mereka yang tidak
berakhlak mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar